Shahenmenjelaskan sebab dan motif di sebalik penunjukan 1 Julai sebagai "Hari Assyria" di bawah semboyan "kembali ke Assyria". Kuil Mesopotamia pada awalnya dibangun untuk berfungsi sebagai tempat kediaman bagi dewa, yang dianggap tinggal dan memegang pengadilan di bumi untuk kebaikan kota dan kerajaan. [29] Kehadirannya dilambangkan oleh Isinyamengutip ayat-ayat Al-Quran, antara lain surat Al Baqarah ayat 225, Ali Imron ayat 185, Ar Rahman ayat 26-27, At Taubah ayat 21-27, At Taubah ayat 21-22, serta diktumpernyataan tentang hari,tanggal,bulan dan tahun wafatnya maulana Malik Ibrahim, yaitu Hari Senin tanggal 12 rabiul awwal tahun 882 H (1419 M). d. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam sejarah perkembangan agama-agama besar sering dijumpai suatu kondisi dimana agama besar yang sudah keluar dari tempat asalnya dan bersinggungan dengan agama atau kebudayaan, tradsi, di suatu tempat, akan melahirkan suatu pemahaman atau bahkan varian baru agama tersebut. Jikakecepatan sudut dilambangkan dengan maka daya motor dapat dihitung seperti from CIS MISC at Universitas Gajah Mada Yangpaling unik adalah motif yang berada di lantai gapura, terdapat paduan lingga-yoni dalam bentuk nyata. Sebaliknya, relief lingga-yoni ini sesungguhnya sebagai Dewa Syiwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Kekuatan spiritual Sang Hyang Widhi dilambangkan dengan Seorang Dewi yang membawa alat musik 1OhIw. MITOLOGI JAWA DALAM MOTIF BATIK UNSUR ALAM Pujiyanto Abstract Batik with natural motif is one of batik designs presenting natural descriptions such as animals, plants, fire, amulet, and the like. The batik visually exposes reliefs like roots spreading to every direction. The relief is shown on semen, sawat, and alas-alasan motifs. The elements on the three motifs symbolize three groups of nature; the lower-level, the mid-level, and the upper-level nature. Key words semen motif, sawat motif, alas-alasan motif, Javanese myth. Motif batik unsur alam adalah penyederhanaan unsur bentuk alam dengan maksud perlambangan. Pengelompokan atau penggolongan motif batik unsur alam didasari oleh bentuk ornamen yang ditampilkan dalam motif. Bentuk-bentuk ornamen yang ada dalam motif ditampil-kan secara bebas, artinya tidak banyak mengacu ke ilmu ukur. Motif ditampilkan dengan gaya lung lenggak-lenggok sebagai stilasi dari beberapa unsur bentuk alam, seperti; api, gunung, garuda burung, ular naga, daun, bunga, akar, dan sebagainya. Bentuk-bentuk tersebut mempunyai maksud dan falsafah yang dalam sesuai dengan nama motif batik. Pengelompokan nama-nama motif batik jumlahnya cukup banyak, karena variasi motif terus berkembang, sehingga menghasilkan jenis polapola baru. Meskipun mengalami perkembangan khususnya pada bentuk ornamen yang ditampilkan, tetapi motif batik tetap mengacu pada unsurunsur alam yang melambangkan kesuburan. Beberapa motif batik unsur Pujiyanto adalah dosen Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 128 Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 129 alam yang terdapat di batik adat Keraton adalah; motif Semen, motif Sawat, dan motif Alas-alasan. MOTIF SEMEN Semen berasal dari kata semi yang berarti bertunas pada daun tumbuh-tumbuhan Yudoseputro, 1983 128. Pola Semen merupakan ornamen yang menggambarkan tumbuh-tumbuhan atau tanaman menjalar. Dalam motif sering ditampilkan beberapa macam bentuk ornamen stilasi, yaitu bentuk binatang, tanaman, dan unsur-unsur lain. Namun yang mendominasi motif Semen adalah pohon atau tanaman beserta akar dan sulurnya yang tumbuh atau semi, sebagai simbol kesuburan. Motif yang digambarkan sebagai pohon hayat memberi pengertian suatu kehidupan. Tumbuh-tumbuhan ditampil-kan di seluruh bidang yang berfungsi sebagai pengisi ruang dengan gaya lemah lembut, seakan menjalar menuju ruang kosong. Penempatan ornamen tumbuh-tumbuhan seakan-akan tanpa ada pengaturan, tetapi bila diperhatikan akan tampak adanya penempatan bunga pada ruang kosong yang agak luas di antara bentuk-bentuk lain seperti Lar, Burung, Gunung, dan sebagainya. Penampilan bentuk-bentuk lain selain tumbuhan, penempatannya memperhatikan keseimbangan keseluruhan motif dalam suatu raport, sekaligus sebagai kombinasi Semen. Secara visual motif ini mempunyai keindahan yang terletak pada pengaturan elemen motif, stilasi bentuk yang mengarah ke bentuk flora, dan pemberian isen batik pada motif utama. Tiap-tiap ornamen mempunyai arti simbolis yang mengarah pada kepercayaan suatu kehidupan. Hubungan bentuk antara ornamen satu dengan lainnya mempunyai pengertian yang dalam tentang adanya kepercayaan suci. Seperti tersebut dikatakan oleh Kawindrosusanto 1981169, bahwa motif semen mempunyai pengertian yang ada kaitannya dengan kepercayaan. Kata semen berasal dari kata semi dengan akhiran an, yang artinya ada seminya. Adapun arti semi, adalah tunas yang sudah menjadi kodrat alam; dimana ada gunung yang terdapat tunas dan tumbuhtumbuhan. Meru melambangkan puncak gunung yang tinggi tempat bersemayamnya para Dewa, atau dianggap menjadi lingga lambang dari alam ini, maksudnya yang memberi hidup. Begitu pula yang tumbuh dari gunung tersebut, yaitu tumbuh-tumbuhan yang mengandung arti dan mak- 130 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 sud dalam hubungannya dengan Meru. Diceritakan bahwa pada Meru terdapat mata air yang benama Kala-Kula. Para dewa yang minum air tersebut akan mati. Di daerah itu juga terdapat tumbuh-tumbuhan yang bernama Sandilata, yaitu pohon yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, hampir sama dengan Tirta Merta air kehidupan, yaitu air yang kekal abadi dan mengandung kekuatan gaib. Di atas Meru tumbuh pohon Soma yang dapat memberi kesakitan. Di sebelah Barat Laut Meru terdapat pohon suci bernama pohon jambu Wrekso atau disebut juga Sudarsono yang sangat indah dan menjulang keangkasa, sedangkan cabangnya sebanyak seratus ribu batang. Pohon ini memberikan segala rasa wisesa yang dapat diartikan Maha Kuasa atau Maha Suci. Maka dari itu semen mengarah pada unsur kehidupan yang mengadung pengertian suci. Hal itu tampak pada penyebaran unsur flora di seluruh bidang, sebagai tanda penyebaran benih supaya dapat bersemi. Penyebaran benih mengartikan adanya penyebaran benih kehidupan, seperti yang digambarkan berupa tanaman menjalar sebagai penggam-baran alat kelamin pria. Motif Semen dalam penerapannya di dalam Keraton diperuntukkan bagi Pangeran, Adipat, dan untuk pengantin pria pada waktu ijab kobul Semen Rama. Disamping Semen Rama masih ada jenis batik Semen lain seperti; Semen Gede, Semen Babon Angkrem, Semen Cuwiri, Semen Sawat, Semen Bondet, dan lain-lain. Gambar 1 Batik Motif Semen Sutanto, 1980 23 Pada motif Semen, ornamen tumbuh-tumbuhan sangat dominan, Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 131 seperti tumbuhan dan tumbuhan menjalar gunung yang menyebar ke kegala arah. Agar motif ini kesan hidup dan bermakna, maka ditampilan ornamen gunung, burung, kapal, bangunan dan sebagainya. MOTIF SAWAT GURDO Sawat dalam kamus Ranggawarsita 1994 244, berarti semi. Pengertian semi kemungkinan dari bentuk ornamen yang ditampilkan, yaitu untaian bunga atau daun. Motif Sawat ditampilkan dalam bentuk sayap burung, seperti dua sisi kembar kanan kiri disebut Marong, dua sayap terbuka kembar lengkap dengan ekor terbuka disebut Sawat, sedang satu sisi kanan atau kiri disebut lar, yang kesemuanya melambangkan keberanian atau keperkasaan. Pada perpindahan Keraton dari Kartasura ke Surakarta, Susuhunan Pakubuono II memakai motif Sawat. Agar kejadian ini menjadi peringatan bagi-nya dan keturunannya, maka jenis motif ini merupakan motif larangan, yang hanya boleh dipakai oleh Raja dan Keturunannya. Motif Sawat dengan penampilan dua sayap merupakan bentuk yang indah dan menyenangkan. Keindahan visual pada bentuk stilasi yang lembut dan luwes sesuai dengan bentuk sayap burung, mencerminkan kekuatan dan keperka-saan, seperti tampak pada bentuk Lar yang tegas. Bentuk motif ini sering ditiru atau sebagai sumber ide dari bentuk lain, misalnya seperti bentuk lambang Korpri. Dalam mitologi Hindu-Jawa, Lar adalah burung Garuda, yaitu sejenis burung berbentuk binatang berkaki manusia yang mempunyai sayap dan kepala seperti burung. Jenis burung inilah yang ditumpangi oleh Dewa Wisnu untuk naik ke Surga. Tirta, 1985 9. Menurut Rouffer dalam Sutaarga, 1964 13, motif Sawat dalam sejarah kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung dipakai sebagai lambang kejayaan dan mempunyai pengertian kesaktian budaya yang menggam-barkan unsur kehidupan atau disebut sangkan paraning dumadi. Motif Sawat dapat dipahami mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pemakainya, yaitu Raja, agar dalam menjalankan tugasnya agar diberi kekuatan dalam mengayomi masyarakat. Raja merupakan jelmaan atau titisan Dewa, karena itulah segala keputusan peraturan merupakan yang terbaik bagi dirinya, keluarganya, maupun Abdi Dalem, dan rakyatnya. 132 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Gambar 2 Batik Motif Sawat Sutanto, 1980 25 Ornamen Sawat pada motif batik ini berukuran besar dan ditampilkan secara berulang-ulang sehingga kesan Sawatnya sangat dominan, meskipun ada pendukung ornamen lain, seperti burung merak, kalpataru, gunung meru, binatang berkaki empat, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain MOTIF ALAS-ALASAN Alas-alasan berarti hutan, karena itulah segala sesuatunya hewan dan tumbuh-tumbuhan ada dalam motif ini seperti hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Motif Alas-alasan hampir sama dengan motif Semen, hanya saja ornamen hewannya lebih dominan dari pada ornamen tumbuhan hutannya, disamping itu ada juga stilasi laut, awan, dan hewan-hewan mitologi. Motif Alas-alasan ditampilkan dalam komposisi yang terkesan ramai dengan gaya bebas namun masih mengacu ke unsur alam. Bentuk-bentuk stilasi alam masih tampak jelas dalam bentuk yang sebenarnya, seperti jago dengan ayam betina, kupu dengan kumbang, harimau dengan kuda, dan sebagainya. Motif Alas-alasan menekankan pada objek binatang, sehinggga stilasi bentuk yang ditampilkan banyak mengarah ke unsur binatang dengan penempatan yang ditata rapi ke arah vertikal maupun horinsontal dengan jarak yang sama. Untuk memberi kesan tidak monoton dalam penempatan, maka peran tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan sebagai pengisi ruang kosong dan sebagai penguhubung pada tiap-tiap bentuk binatang. Pengisian ruang kosong selalu dilakukan hingga kelihatan ramai dan liar semrawut seperti adanya hutan belantara yang penuh binatang dan tumbuh-tumbuhan liar. Dari segi visual, motif Alas-alasan Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 133 mempunyai keindahan yang luar biasa karena memasukkan unsur-unsur alam dengan objek hutan seisinya yang dibuat secara spontan seakan mengingatkan kita pada lukisan primitif dengan segala kemegahan seperti yang ditampilkan dengan warna emas. Motif Alas-alasan menggambar-kan keadaan hutan atau alam seisinya yang melambangkan keadaan Alam yang baik dan yang buruk Nagoro. 198811. Namun pengertian menurut Suryanto Sastroatmodjo 199347 motif Alas-alasan memberi pengertian bahwa, Alas-alasan berarti hewan yang dianggap sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran. Bila diperhatikan secara teliti dan mendalam maka pada motif Alasalasan tampak adanya hewan yang merusak tanaman atau memangsa hewan lain seperti serangga dan macan, dan hewan yang tidak merusak tanaman seperti kupu-kupu, ular, dan sebagainya. Berbagai sifat hewan tersebut mengartikan adanya kehidupan di alam ini. Manusia yang hidup untuk menuju kemakmuran dan ketenteraman seringkali mendapat berbagai halangan dan rintangan. Motif Alas-alasan tidak tampil pada semua jenis kain batik, tetapi pada kain batik sebagai Dodot bangun-tulak dengan kombinasi pradan emas. Jenis batik ini sering digunakan oleh Raja untuk upacara-upacara agung, pengantin agung, dan tari Bedhaya. Gambar 3 Batik Motif Alas-alasan Sulyon, 1979270 Motif Alas-alasnya menggambarkan suasana hutan, maka dalam motif ini ditampilkan ornamen, semak-semak, tumbuhan gunung, burung, kura-kura, kelabang, katak, serangga, kepiting, merak, dan sebagainya. 134 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 MITOLOGI Secara keseluruhan motif batik mengacu pada unsur alam, masingmasing stilasi bentuk mempunyai falsafah yang sama, mulai dari kehidupan air, darat dan kehidupan udara. Menurut paham Triloka, yaitu faham dari kebudayaan Hindu, unsur-unsur kehidupan tersebut terbagi menjadi tiga bagian, meliputi Alam Atas, Alam tengah, dan Alam Bawah. Contoh dari ketiga tempat tersebut adalah Burung melambang Alam Atas, Pohon melambangkan Alam Tengah, Ular melambangkan Alam Bawah Susanto, 19732. Ornamen yang berhubungan dengan Alam Atas atau udara seperti garuda, kupu-kupu, lidah api, burung atau binatang-binatang terbang, merupakan tempat pada Dewa. Ornamen yang berhubungan dengan Alam Tengah atau daratan, meliputi pohon hayat, tumbuh-tumbuhan, meru, binatang darat, dan bangunan, merupakan tempat manusia hidup. Ornamen yang berhubungan dengan air; seperti perahu, naga ular, dan binatang laut lainnya, merupakan Alam Bawah sebagai tempat orang yang hidupnya tidak benar dur angkoro murko Susanto, 1973235-237. Ornamen-ornamen yang biasa ditampilkan ke dalam motif Semen, Sawat, dan motif Alas-alasan menurut Susanto 1973235-237, dan Veldhuisen. 198828adalah Sawat atau garuda, melambangkan matahari atau tatasurya, kesaktian, dan keperkasaan Meru merupakan tempat Dewa melambangkan kehidupan dan kesuburan Pohon hayat, melambangkan kehidupan Lidah api melambangkan api, kesaktian, dan bakti Burung melambangkan umur panjang Binatang berkaki empat melambangkan keperkasaan dan kesaktian Kapal melambangkan cobaan Dampar atau tahta melambangkan keramat, tempat Raja Pusaka melambangkan wahyu, kegembiraan, dan ketenangan Naga melambangkan kesaktian dan kesuburan Kupu-kupu melambangkan kebahagiaan dan kemujuran. Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 135 Menurut Wiyoso Yudoseputro, motif yang sering digunakan di dalam batik mempunyai lambang tertentu, seperti Meru melambangkan tanah, bumi atau gunung tempat para Dewa Lidah api melambangkan api, Dewa Api, lambang yang sakti Barito melambangkan air, demikian juga binatang-binatang yang hidup di air, misalnya katak, ular, siput dan lain-lain Burung melambangkan Alam Atas atau udara Pohon melambangkan Alam Tengah Kupu-kupu melambangkan Alam Atas Pusaka melambangkan kegembiraan dan ketenangan Garuda melambangkan Matahari. Bila ornamen tersebut dikelompokkan berdasarkan wilayah Alam dalam falsafah Jawa, maka menjadi sebagai berikut ALAM BAWAH Perahu Naga ular Binatang air lainnya ALAM TENGAH ALAM ATAS Pohon Hayat Meru Bangunan Binatang berkaki Empat Pusaka Binatang-binatang Darat lainnya Garuda Burung Kupu-kupu Lidah Api Dampar Binatangbinatang Terbang lainnya Van Der Hoop 1949 166-178, bahwa Burung pada Nekara pada awalnya menggambarkan roh. Dalam mitologi Hindu, Burung merupakan kendaraan Whisnu, sehingga dalam kesenian Hindu-Jawa Burung Garuda dilambangkan Matahari atau Rajawali yang berlawanan dengan ular yang menjadi lambang air dan Alam Bawah. Bila diperhatikan, Naga Ular melambangkan kesaktian dan kesuburan. Mengapa dalam pewayangan, ular ditempatkan di Alam Bawah sebagai tempat para durjana, tempat orang yang hidupnya tidak benar yang , dalam faham Jawa disebut dur angkoro murko ?. Penempatan Naga Ular di Alam Bawah bagi masyarakat Jawa merupakan pangruwating dur ang- 136 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 koro murko yaitu sebagai alat pencegah sifat durjana, jahat merusak Alam Tengah, tanpa memperhitungkan Alam Atas. Pohon Hayat yang ditempatkan di Alam Tengah merupakan penghubung Alam Atas dan bawah. Pohon Hayat mempunyai keEsaan tertinggi yang dapat disamakan dengan Brahmana dalam agama Hindu dan Tao filsafat Cina, merupakan sumber semua kehidupan, kekayaan, dan kemakmuran Hoop. 1949 274. Pohon Hayat digambarkan pula sebagai Gunungan, disebut juga kekayon dari perkataan kayu. Mula diarani kayon tegese, yaiku mujudake yen karepe manungso iku ora tetep, miturut apa kang dibutuhake . Bahwa yang dikatakan kekayon mempunyai arti karep keinginan, yaitu menggambarkan keinginan manusia yang tidak tetap menurut apa yang dibutuhkannya Sajid. 1958150. Gunungan digambarkan sebagai hutan seisinya, ada binatang terbang, binatang darat, ular, dan air. Semua itu merupakan perlambangan Jagat Gede yang tergabung dari ketiga Alam. Gunungan di dalam motif batik digambarkan sebagai Gunung atau Mehru yaitu tempat kediaman Dewa. Mehru digambarkan sebagai puncak yang tinggi dengan dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan gunung. Maksud dari ornamen tersebut di atas adalah menggambarkan, bahwa kehidupan manusia tidak akan kekal dan penuh cobaan di Alam ini Alam Tengah, apabila manusia di Alam Tengah berbuat salah akan mengakibatkan kesengsaraan Alam Bawah. Namun apabila ia dapat mengendalikan diri untuk mencapai kebenaran maka ia akan mendapat kemuliaan Alam Atas. Dapat disimbolkan bahwa manusia hidup tidak gampang, adakalanya sengsara, adakalanya mulya tergantung dari perbuatan dan pengendalian hidup dari manusia sendiri. Tabel 1. Mitologi Jawa dalam Motif Batik ORNAMEN Garuda Meru Dampar LAMBANG Matahari Dewa Raja X X X X X Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 137 X X X X X X X X X X Kemujuran Kesuburan Keramat Cobaan X Ketenangan Kebahagiaan Umur Panjang Kebaktian Kehidupan Keperkasaan X Kesaktian Pusaka Wahyu Pohon Hayat Lidah Api Burung Binatang Berkaki Empat Kapal Naga Kupu-kupu ARTI PANDANGAN HIDUP ORANG JAWA Kejawen merupakan pandangan hidup orang jawa yang didasari oleh sifat lahiriyah dan batiniyah, yaitu; Rela, Narimo, Temen, Sabar, dan Budi Luhur dengan rasa kekeluargaan dan kehormatan. Dalam hidupnya tidak harus ngoyo, sepadan, apa adanya, bersyukur dengan apa yang telah diberikan, dan bisa mengendalikan diri agar bisa bersifat adil sesemanya. Narimo ing pandum dan kalah keporo ngalah merupakan bagian dari darma baktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk nandur kabecikan. Hal tersebut haruslah selaras antara lahir dan batin hingga akhirnya terwujud manunggaling kawulo Gusti. Dalam hidupnya, manusia mempunyai kasunyatan, yaitu asal-usul dan tujuan akhir manusia untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa, dan inilah yang dikatakan sangkan paraning dumadi. Sifat lahiriah dan batiniah pada diri orang Jawa selalu dituangkan dalam karya-karyanya seperti dalam motif batik unsur alam. Batik Keraton yang pada awalnya tercipta melalui meditasi tapa atau tirakat mutih, yaitu penjernihan diri dan penyerahan diri terhadap Yang Maha Kuasa, guna menghasilkan karya besar dan berbobot secara visual maupun spiritual. Batik adat yang berkembang di dalam keraton merupakan pangejawantahan unsur-unsur alam ke dalam kehidupan orang Jawa. Kehidupan sebagaimana dijalankan manusia sebagai kawulane Gusti, seperti 138 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Pancasila orang Jawa, tergambar pada bagan sebagai berikut SIFAT ORANG JAWA Rela Narimo Temen Sabar Budi Luhur FALSAFAH ORANG JAWA Manunggaling Kawulo Gusti Sangkan Paraning Dumadi Loroning Anunggal Dwi Tunggal UNSUR ALAM/ KEHIDUPAN Flora Fauna Benda Mati BATIK Motif Warna Teknik Penerapan Motif batik unsur alam yang memanfaatkan unsur-unsur alam, sebagai unsur motif seperti burung, binatang berkaki empat, ular, bunga, kupukupu, bangunan, perahu, karang, arah mata angin, dan sebagainya. Beberapa unsur alam tersebut kalau dikelompokkan menjadi tiga bagian menurut pengertian wilayah alam. Burung, kupu-kupu, dan sejenisnya merupakan penguasa Alam Atas, sebagai tempat para Dewa Tuhan. Binatang berkaki empat, bunga, dan sebagainya adalah menggambarkan Alam Tengah, merupakan tempat hidup manusia. Sedang ular, perahu, dan sebagainya menggambarkan Alam Bawah, yaitu tempat kehidupan yang tidak benar. Maksud dari ketiga wilayah keduniaan tersebut adalah sebagai peringatan kepada manusia, bahwa dalam hidupnya harus berbakti kepada Yang Maha Kuasa dan berhati sumeleh dalam menjalankan hidupnya. Apabila dalam hidupnya tidak benar, tentunya akan menemukan kesengsaraan pada dirinya. Maka untuk mencapai hidup yang tenteram dan damai harus selalu ingat pada Yang Maha Kuasa, saling menghormati dan menghargai sesamanya, sehingga tercermin manunggaling kawulo Gusti seperti yang terdapat pada motif Semen dan Alas-alasan. Warna batik ada yang mengarah ke warna merah seperti Cinde, mengarah ke hijau atau biru seperti Dodot, dan mengarah ke kuning kecokla- Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 139 tan seperti nyamping. Warna-warna yang ditampilkan pada batik adat tersebut mempunyai pengertian yang dalam bagi falsafah Jawa. Warna pada Cinde yang terdiri dari warna putih, merah, dan hitam yang melambangkan kehidupan, yaitu asal sangkaning dumadi. Kain Dodot berwarna hijau atau biru yang dipadu dengan prodo keemasan. Warna hijau merupakan kesayangan Ratu Pantai Selatan yang dianggap sebagai Dewa perdamaian dan ketentraman. Warna hijau bisa diartikan sebagai lambang kesuburan atau kehidupan, sedang prodo sebagai simbul kemurnian. Kesimpulannya, bahwa manusia dalam hidupnya haruslah mempunyai jiwa yang bersih dan murni dalam nandur kebecikan. Nyamping berwarna kuning kecoklatan soga yang dipadu dengan warna hitam dan putih sebagai isen motif. Warna putih menggambarkan dunia terang yang melambangkan kehidupan, warna kuning kecoklatan merupakan lambang kematangan dan kejujuran, sedang warna hitam adalah dunia petang sebagai lambang kelanggengan abadi. Manusia hidup di dunia haruslah mempunyai pikiran yang matang dan bersifat jujur sebagai bekal di dunia lain, yaitu alam baka sebagai suatu kelanggengan. Arah warna gradasi dari putih-kuning kecoklatan-hitam merupakan proses kehidupan manusia sebagai manunggaling kawulo Gusti. Dalam faham kesatuan antara Yang Maha Kuasa dengan manusia merupakan dua hal yang menjadi satu kesatuan yang disebut Loroning anunggal. Teknik pembuatan batik menggunakan canting berisi lilin panas yang dituangkan secara rapi dan halus, sehingga menghasilkan batik adat yang indah. Seperti batik keraton yang dikerjakan berhari-hari atau berbulanbulan oleh perajin-perajin batik tanpa mengenal lelah dan kebosanan, hanya demi darma bhaktinya terhadap Sang Atasan yaitu Raja dan Yang Maha Kuasa. Berdasarkan rela, narimo, temen, sabar, dan budi luhur tanpa ngoyo dalam mengerjakan sesuatu tentunya akan menghasilkan karya yang luar biasa, baik visual maupun spiritual. Dalam penerapannya selain sebagai busana harian batik, juga untuk upacara-upacara ritual. Dalam upacara ageng maupun alit dalam Keraton Mataram, batik adat mempunyai peran utama sebagai perlengkapan upacara yaitu sebagai nyamping. Bila dalam mengikuti upacara tidak memakai nyamping, maka dianggap melanggar pranatan yang ada dan tidak sopan. Di lingkungan keraton, batik dipakai dalam upacara-upacara, karena suatu keharusan yang ditaati, karena berhubungan dengan Yang 140 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Maha Kuasa yaitu manunggaling kawulo Gusti. KESIMPULAN Motif batik unsur alam terdiri dari tiga kelompok, yaitu; 1 motif Semen yang mempunyai pengertian tunas atau tumbuh menjalar, yang berarti kesuburan, 2 motif Sawat Garuda yang ditampilkan dengan dua sayap membentang terbuka, melambangkan keberanian atau kekerasan, 3 motif Alas-alasan hutan menggambarkan suasana hutan yang mencerminkan kehidupan alam ini, yang berupa rintangan dan ketentraman. Menurut paham Triloka, bahwa kehidupan di dunia ini terdiri dari Alam Atas, Alam Tengah, dan Alam Bawah. Ketiga kehidupan tersebut mempunyai maksud, bahwa manusia dilahirkan untuk hidup di dunia ini Alam Tengah dengan penuh cobaan Alam Bawah; jika dalam hidupnya manusia bisa menghindari cobaan dan menjalankan perintahnyaNya, maka akan mencapai kebahagiaan di akhirat Alam Atas, yang kesemuanya itu mencerminkan sangkan paraning dumadi. DAFTAR RUJUKAN Kawindrosusanto, Kuswadji. 1981. Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta, Tata Rias dan Busana Tari Yogyakarta. Yogyakarta Dewan Kesenian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nagoro, Hardjo Krt. 1988. Sekapur Sirih tentang Pola Batik, Malam batik, Pola, dan Pesona. Surakarta UNS Press. Ranggawarsita, R. Ng. Winter Sr. 1994. Kamus Kawi-Jawa. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Sajid. 1968. Bauwarna Wayang Jilid I Keterangan lan Rinenggo ing Gambar-gambar. Surakarta Widya Duta. Sastroatmodjo, Surjanto. 1993. Nyamping Batik Wibawaning Priyayi. Yogyakarta Djoko Lodang No. 1096. Sulyom, Garrett dan Bronwer. 1984. Fabric Traditions at Indonesia. Washington Woshington State University Press. Susanto, Sewan. 1973. Pembinaan Seni Batik Seri Susunan Motif Batik. Yogyakarta Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Susanto, Sewan. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Sutaarga, Moh. Amir. 1964. Pembinaan Pola Batik. Jakarta Museum Tekstil Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 141 Tirta, Iwan. 1985. Simbolisme dalam Corak dan Warna Batik. Jakarta Femina. No. 28 XIII-23. Veldhuisen, Alit Djajasoebrata. 1973. On the Origin and Nature of Larangan. Washington DC The Textile Museum Van Der Hoop. 1949. Indonesische Siermotieven. Koninkligk Bataviasch Genootschap Van Kunsten en Weterschappen. Yudoseputro, Wiyoso. 1983. Mengenal Ragam Hias Jawa I B. Jakarta Departeman Pendidikan dan Kebudayan Jawabantitik,garis,bidang dan warna c

kediaman dewa dilambangkan dengan motif